Banyak diantara wanita, dimana lelaki
mahramnya, seperti bapak, saudara, atau paman, yang melihat buah dadanya
ketika si wanita tersebut menyusui anaknya. Apakah ini diperbolehkan?
Mohon penjelasannya?
Jawaban Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin rahimahullah
Batasan aurat wanita dengan para lelaki mahramnya sebagaimana batasan aurat antar-sesama wanita. Berdasarkan firman Allah ta’ala yang artinya :
“Katakanlah kepada wanita yang
beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak
dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan
janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau
ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau
putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau
putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara
perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka
miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan
(terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat
wanita.” (QS. An-Nur: 31)
Hanya saja, tidak selayaknya seorang
wanita menampakkan buah dadanya ketika menyusui anak, sementara di
sekitarnya ada banyak lelaki. Kecuali jika yang ada hanya bapaknya, atau
wanita tersebut sudah tua, sementara lelaki yang berada di dekatnya
hanya anaknya. Karena wanita yang menampakkan buah dadanya di depan
mahramnya, dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah. Sementara nafsu
senantiasa memerintahkan kejelekan, dan setan mengalir di pembuluh darah
manusia.
Oleh karena itu, jika seorang wanita
harus menyusui anaknya, sementara di sekitarnya banyak lelaki mahramnya,
hendaknya dia tutupi bagian dadanya dengan jilbabnya, sehingga tidak
ada seorang-pun yang melihatnya.
(Al-Liqa’ as-Syahri, no. 27 Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin).
- Pertanyaan kedua :
Apa batasan aurat wanita di depan mahramnya?
Keterangan Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah
Dalam masalah ini ada rincian dari para
ulama. Dan para ulama berselisih pendapat. Ada yang mengatakan: Aurat
wanita di hadapan mahramnya adalah antara pusar sampai lutut. Namun
pendapat ini kurang tepat. Yang lebih mendekati kebenaran – Allahu a’lam
– adalah bagian tubuh yang biasa ditampakkan. Seperti kepala, leher,
anting, atau hasta, tangan, dua telapak tangan, kaki, betis bagian
bawah, dan anggota badan yang umumnya terbuka di hadapan mahram di dalam
rumah. Inilah pendapat yang lebih kuat. Karena yang lebih utama adalah
menutupi selain anggota tubuh di atas, kecuali jika ada kebutuhan,
seperti menyusui. Menampakkan buah dada ketika menyusui anaknya di depan
mahramnya, seperti saudara, paman, atau yang lainnya, tidaklah kami
anggap sebagai perbuatan dosa…
- Titik perselisihan :
Dijelaskan oleh Dr. Ajil Jasim an-Nasymi
Diharamkan melihat dada wanita mahram,
mekipun lelaki itu adalah bapaknya atau saudaranya. Ini adalah pendapat
madzhab Malikiyah dan Hambali. Batas aurat bagi mahram adalah selain
yang umumnya kelihatan ketika seorang wanita di rumah, meliputi: hasta,
rambut, ujung kaki, dan tidak boleh melihat payudara dan betisnya.
Sementara Hanafiyah dan Syafi’iyah berpendapat bolehnya mahram melihat
dada dan payudara. Hanya saja, mereka mensyaratkan bolehnya hal itu jika
aman dari fitnah.
Titik perselisihan para ulama dalam
memberikan batasan aurat yang dibolehkan untuk mahram disebabkan
perbedaan dalam menafsirkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang artinya :
“Janganlah para wanita menampakkan ziinah (tempat hiasan) mereka kecuali kepada suaminya, bapaknya, bapak suaminya (mertuanya), …” (QS. An-Nur: 31)
Mereka berselisih pendapat tentang batasan ziinah
(tempat hiasan) di ayat di atas. Barangkali, pendapat yang lebih kuat
adalah pendapat Malikiyah dan Hambali, yaitu terlarangnya melihat bagian
tubuh wanita, kecuali yang biasa terlihat di rumah. Ini dalam rangka
menutup celah timbulnya fitnah dan syahwat, terutama selain bapak dan
saudara.
Dr. Ajil Jasim an-Nasymi merupakan salah
satu ahli fiqh dari Kuwait, yang menempuh pendidikan doktoral dalam
bidang ushul fiqh di Universitas al-Azhar, Mesir.
- Tarjih
Pendapat yang lebih mendekati dalam
masalah ini adalah tidak bolehnya seorang wanita menampakkan payudaranya
di hadapan mahram. Karena potensi timbulnya syahwat antara satu mahram
dengan yang lainnya tidaklah sama.
Al-Qurthubi menjelaskan firman Allah di surat an-Nur, ayat 31:
Ketika Allah menyebutkan suami, kemudian
Allah menyebutkan beberapa mahram dan Allah menyamakan batasan untuk
mereka semua dalam menampakkan ziinah (aurat wanita). Hanya
saja, tingkatan mahram berdasarkan gejolak dalam jiwanya, berbeda-beda.
Sebagaimana tidak diragukan bahwa menampakkan aurat wanita di depan
bapak atau saudaranya jelas lebih aman dibandingkan menampakkan aurat di
hadapan anak tirinya. Karena itu, dibedakan batas membuka aurat untuk
masing-masing. Bisa jadi boleh ditampakkan di depan bapak, sementara
tidak boleh ditampakkan di hadapan anak tiri. (al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, Qurtubi, 12/232)
Setelah membawakan keterangan Qurthubi, Syaikh Muhammad Soleh Munajid menyatakan:
Berdasarkan hal ini, wajib bagi seorang
wanita untuk menutupi payudaranya ketika hendak menyusui anaknya, pada
saat ada salah satu mahramnya. (Admin-HASMI/binbaz/dll).