Senin, 23 Januari 2012

ISLAM itu Jalan Agama menuju Surga ALLAH SWT adalah sebuah nama dalam Fans page dalam via facebook.com yang digunakan untuk memperluas ilmu dan dasar hukum Islam di Dunia Internasional.
Mohon untuk LIKE dan IKUTI terus Status status  ISLAM itu Jalan Agama menuju Surga ALLAH SWT


Berikut VISI dan MISI ( ISLAM itu Jalan Agama menuju Surga ALLAH SWT ) :

VISI : Menjadikan umat muslim berilmu, bertaqwa dan (Sholeh, Sholehah) yang mengikuti perkembangan IPTEK sesuai HUKUM ISLAM

MISI :
1. Tegakan Tauhid, Lenyapkan Syirik
2. Terapkan Syariat Allah SWT
3. Wujudkan Masyarakat Islami
4. Hidupkan Sunnah, Matikan Bid'ah
5. Tinggalan Kemaksiatan .


Saudaraku se Islam yang beriman..
Islam adalah dien yang sempurna..
Kesempurnaan ini dikarenakan dien ini berasal dari Dzat Yang Maha Sempurna, Allah Azza wa Jalla..
Ketika kita bertekad untuk menegakkan Islam secara menyeluruh, maka kita telah mencanangkan suatu tujuan yang sangat besar.. hal ini benar-benar sangat jauh di banding keadaan kita yang sangat terpuruk dan porak poranda.. terlalu banyak persoalan yang harus diperbaiki sehingga jika kita salah memilih dalam memulai pekerjaan besar ini kita akan terjebak dalam padang kesesatan yang tidak akan pernah mengantarkan kepada tujuan yang mulia ini..
Setipa ummat memiliki spesifikasi problematikanya di setiap zaman dan tempat, dari sekian banyak problemetika, maka ada beberapa problematika spesifik ummat ini (terutama Indonesia), yang jika di perbaiki akan baiklah yang lainnya, dan jika setiap individu sepakat untuk merombaknya yang dimulai dari dirinya sendiri, maka akan baiklah ummat ini di kemudian hari..


 ISLAM itu Jalan Agama menuju Surga ALLAH SWT  merupakan terusan dari HASMI yang memiliki VISI MISI berikut :

:: Visi ::
Dengan slogan yang ada harakah ini memiliki visi sebagai pelopor untuk sebuah gerakan kebangkitan yang akan mengeluarkan umat islam dari keterpurukan menuju cahaya kejayaan. dan mengeluarkan setiap manusia dari problematika yang menjadi penyebab utama keterpurukan tersebut. sehingga terbentuklah tatanan masyarakat yang berazaskan pada aturan-aturan syariah yang aman sentosa.
:: Misi ::
Adapun misi utama kami adalah "Berdirinya masyarakat Islami di Indonesia" yaitu masyarakat yang secara kolektif atau perorangan dinaungi dan dituntun oleh norma-norma Islam yang suci. Jalan pelaksanaan misi ini harus melalui pengentasan keter-purukan ruhani dengan memfokuskan usaha-usaha kepada pensyi'aran ajaran Islam yang benar, manhaj golongan yang selamat, Ahlussunnah wal Jama'ah.

Semoga Adik adik Diberi petunjuk dan terhindar dari segala macam yang dapat menimbulkan DOSA ..
Aamin

----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dakwah islam adalah Fitrah Insaniyah

 Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Robbul ‘alamin, Pencipta alam semesta dan segala isinya, tidak mungkin perintah-perintah-Nya mencelakakan makhluk-Nya. Islam yang Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan selaras lagi senada dengan fitrah. Semua syari’at-Nya adalah rahmat. Terpisah-nya Islam dari ruh dan jiwa manusia adalah malapetaka. Memperjuangkan agama-Nya adalah kelestarian bagi semesta. Sudah sepatutnya seorang muslim menjadi seorang da’i.
Dalam tafsirnya Zadul Masiir, Imam Ibnul Jauzi mengatakan bahwa kata ar-Robb mengandung tiga makna: (a) Pemilik, seperti dikatakan Robbud dar (pemilik rumah) (b) Pemelihara seperti dikatakan Robbusy syai’ (pemelihara sesuatu) (c) Tuan yang ditaati. Semua arti ini menun-jukkan betapa Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menjaga ciptaan-Nya. Dan sebagai perwu-judannya, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah meletakkan hukum atau sistem yang mengatur perjalanan segala makhluk di alam semesta, dan jalan hidup manusia. Lantas Allah Subhanahu wa Ta’ala memilih di antara manusia-manusia itu sebagai pejuang-Nya. Semua Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan untuk menyeru kepada Islam.
Islam adalah “way of life”, sistem yang mengatur jalan hidup manusia. Allah sendiri yang menyebut dengan nama al-Islam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya agama (yang diridhoi) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali ‘Imron [3]: 19).
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali ‘Imron [3]: 85).
Hanya Islam yang Allah Subhanahu wa Ta’ala akui sebagai jalan hidup manusia. Tanpa Islam semua manusia akan celaka. Otak manusia yang Allah Subhanahu wa Ta’ala cipta-kan, bukan untuk mengarang dalam permasalahan agama. Agama apapun karangan otak manusia tidak mungkin bisa menjadi solusi atas segala permasalahan yang ada. Perjuangan yang tidak berada dalam rel Islam adalah sia-sia atau bahkan hakikat-nya menambah rusak dunia.
Islam agama fitroh. Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan manusia dengan bekal fitroh yang sesuai dengan Islam. Manusia sepanjang zaman tidak bisa lari dari seruan fitrohnya. Bila ia menjauh dari seruan fitroh itu, jiwanya pasti meronta-ronta. Kege-lisahan demi kegelisahan akan terus mencekam jiwa manusi. Begitu banyak manusia yang bunuh diri hanya karena kekeringan jiwa, padahal secara materi mereka tidak kekurangan. Ribuan manusia melakukan bunuh diri di dunia setiap tahunnya. Sebab utama tindakan bunuh diri ini rata-rata karena kekosongan jiwa dari ajaran Islam. Kenyataan ini semua adalah dalil bahwa manusia benar-benar diambang kehancuran ketika tidak mengikuti Islam. Mereka tidak akan pernah bahagia di dunia apalagi di akhirat tanpa kembali kepada Islam. Sebab hanya Islam yang Allah Subhanahu wa Ta’ala jadikan paling sesuai dengan panggilan fitrohnya. Hanya Islam yang layak diperjuangkan demi penyelamatan seluruh manusia.
Sekalipun manusia berusaha menghancurkan Islam dan pejuang pemusnah Islam ada sepanjang sejarah, Islam tidak akan pernah musnah, pejuang Islam tak pernah habis. Dibanding agama-agama lain, Islam adalah agama yang paling banyak dimusuhi. Allah  berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu, menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi penyesa-lan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam neraka Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan.” (QS. al-Anfal [8]: 36).
“Mereka ingin hendak memadam-kan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci.” (QS. ash-Shof  [61]: 8).
Tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala berjanji bahwa sampai kapanpun, musuh-musuh Islam tidak akan pernah berhasil melakukan tindakan makarnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (al-Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.” (QS. at-Taubah [9]: 33).
Allah Subhanahu wa Ta’ala sendiri yang menjamin untuk menjaga agama ini. Segala upaya yang ditempuh para musuh, Allah mentahkan. Lebih dari itu, jumlah pemeluk Islam justru se-makin bertambah dari masa ke masa. Ini adalah fakta yang mem-buktikan bahwa manusia cerdas masa depan pasti akan kembali dan memperjuangkan Islam. Mereka tidak akan pernah menerima agama yang tidak otentik, tidak murni dan tidak sesuai dengan fitrohnya. Mereka pasti akan segera mengkritisi berbagai pe-nyimpangan yang terdapat pada ajaran agama selain Islam.
Syeikh Abul Hasan An-Nadwi Rahimahullah, menulis sebuah buku judulnya “maadzaa khasiral aalam bin kht-haathil muslimiin”  (kerugian yang menimpa manusia karena keterpu-rukan umat Islam). Ini menunjuk-kan bahwa manusia tidak akan pernah menemukan kemanusiaannya selama tidak kembali kepada Islam. Terbukti memang bahwa manusia tanpa Islam, benar-benar hidup dalam kebingungan. Disebutkan dalam buku tersebut bahwa pada zaman jahiliyah -sebelum datangnya Islam- kaum wanita di-zholimi. Mereka tidak mendapatkan hak-hak kemanusiaannya sama sekali. Tidak sedikit dari putri-putri mereka yang dibunuh hidup-hidup. Jauh sebelum itu di Romawi pada abad ke VI masehi manusia sungguh terpuruk dalam kebinatangan. Tontonan yang paling menyenangkan pada waktu itu adalah pertarungan yang berdarah-darah dan bahkan tidak sedikit yang harus melayangkan nyawanya. Para gladiator diadu dengan sesama mereka, atau mereka dipaksa harus bertarung melawan binatang buas seperti singa dan lain sebagainya. Suatu pertarungan yang menunjuk-kan tingkat kejamnya manusia ter-hadap kemanusiaannya sendiri. Dengan kata lain di sana nampak bahwa manusia benar-benar tidak ada harga-nya sama sekali.
Akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mem-beri kabar gembira dengan firman-Nya:
“Musa berkata kepada kaumnya, ‘Minta tolonglah kalian kepada Allah dan bersabarlah. Sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; di-pusakakan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. al-A’rof  [7]: 128).
Ayat ini menunjukkan bahwa kemenangan akan diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang bertakwa, yaitu Islam dan umatnya. Dan ini pasti terjadi cepat atau lambat, sebab Allah  tidak pernah mengingkari janji. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak pernah menyalahi janji.”  (QS. Ali Imron [3]:  9).
Rasulullah  Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dalam banyak kesempatan seringkali memberikan kabar gembira. Rasulullah  Subhanahu wa Ta’ala  bersabda:
“Sesungguhnya Allah telah me-ngumpulkan untukku dunia, maka aku menyaksikannya dari ujung timur dan barat, dan kerajaan umatku akan melampaui timur dan barat seperti yang dikumpulkan untukku, dan aku diberi dua kekayaan (emas dan perak atau kekayaan dua kerajaan Romawi dan Persia).”  (HR. Muslim).
“Berilah kabar gembira kepada umatku dengan kemenangan, ke-tenangan di negerinya, pertolongan Allah, dan kemuliaan agamanya. Siapa yang menjadikan amal akhiratnya untuk dunia, maka di akhirat ia tidak akan mendapatkan apa-apa.”(HR. Ahmad no. 20273).
11.29 Smartvone
ISLAM itu Jalan Agama menuju Surga ALLAH SWT adalah sebuah nama dalam Fans page dalam via facebook.com yang digunakan untuk memperluas ilmu dan dasar hukum Islam di Dunia Internasional.
Mohon untuk LIKE dan IKUTI terus Status status  ISLAM itu Jalan Agama menuju Surga ALLAH SWT


Berikut VISI dan MISI ( ISLAM itu Jalan Agama menuju Surga ALLAH SWT ) :

VISI : Menjadikan umat muslim berilmu, bertaqwa dan (Sholeh, Sholehah) yang mengikuti perkembangan IPTEK sesuai HUKUM ISLAM

MISI :
1. Tegakan Tauhid, Lenyapkan Syirik
2. Terapkan Syariat Allah SWT
3. Wujudkan Masyarakat Islami
4. Hidupkan Sunnah, Matikan Bid'ah
5. Tinggalan Kemaksiatan .


Saudaraku se Islam yang beriman..
Islam adalah dien yang sempurna..
Kesempurnaan ini dikarenakan dien ini berasal dari Dzat Yang Maha Sempurna, Allah Azza wa Jalla..
Ketika kita bertekad untuk menegakkan Islam secara menyeluruh, maka kita telah mencanangkan suatu tujuan yang sangat besar.. hal ini benar-benar sangat jauh di banding keadaan kita yang sangat terpuruk dan porak poranda.. terlalu banyak persoalan yang harus diperbaiki sehingga jika kita salah memilih dalam memulai pekerjaan besar ini kita akan terjebak dalam padang kesesatan yang tidak akan pernah mengantarkan kepada tujuan yang mulia ini..
Setipa ummat memiliki spesifikasi problematikanya di setiap zaman dan tempat, dari sekian banyak problemetika, maka ada beberapa problematika spesifik ummat ini (terutama Indonesia), yang jika di perbaiki akan baiklah yang lainnya, dan jika setiap individu sepakat untuk merombaknya yang dimulai dari dirinya sendiri, maka akan baiklah ummat ini di kemudian hari..


 ISLAM itu Jalan Agama menuju Surga ALLAH SWT  merupakan terusan dari HASMI yang memiliki VISI MISI berikut :

:: Visi ::
Dengan slogan yang ada harakah ini memiliki visi sebagai pelopor untuk sebuah gerakan kebangkitan yang akan mengeluarkan umat islam dari keterpurukan menuju cahaya kejayaan. dan mengeluarkan setiap manusia dari problematika yang menjadi penyebab utama keterpurukan tersebut. sehingga terbentuklah tatanan masyarakat yang berazaskan pada aturan-aturan syariah yang aman sentosa.
:: Misi ::
Adapun misi utama kami adalah "Berdirinya masyarakat Islami di Indonesia" yaitu masyarakat yang secara kolektif atau perorangan dinaungi dan dituntun oleh norma-norma Islam yang suci. Jalan pelaksanaan misi ini harus melalui pengentasan keter-purukan ruhani dengan memfokuskan usaha-usaha kepada pensyi'aran ajaran Islam yang benar, manhaj golongan yang selamat, Ahlussunnah wal Jama'ah.

Semoga Adik adik Diberi petunjuk dan terhindar dari segala macam yang dapat menimbulkan DOSA ..
Aamin

----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dakwah islam adalah Fitrah Insaniyah

 Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Robbul ‘alamin, Pencipta alam semesta dan segala isinya, tidak mungkin perintah-perintah-Nya mencelakakan makhluk-Nya. Islam yang Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan selaras lagi senada dengan fitrah. Semua syari’at-Nya adalah rahmat. Terpisah-nya Islam dari ruh dan jiwa manusia adalah malapetaka. Memperjuangkan agama-Nya adalah kelestarian bagi semesta. Sudah sepatutnya seorang muslim menjadi seorang da’i.
Dalam tafsirnya Zadul Masiir, Imam Ibnul Jauzi mengatakan bahwa kata ar-Robb mengandung tiga makna: (a) Pemilik, seperti dikatakan Robbud dar (pemilik rumah) (b) Pemelihara seperti dikatakan Robbusy syai’ (pemelihara sesuatu) (c) Tuan yang ditaati. Semua arti ini menun-jukkan betapa Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menjaga ciptaan-Nya. Dan sebagai perwu-judannya, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah meletakkan hukum atau sistem yang mengatur perjalanan segala makhluk di alam semesta, dan jalan hidup manusia. Lantas Allah Subhanahu wa Ta’ala memilih di antara manusia-manusia itu sebagai pejuang-Nya. Semua Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan untuk menyeru kepada Islam.
Islam adalah “way of life”, sistem yang mengatur jalan hidup manusia. Allah sendiri yang menyebut dengan nama al-Islam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya agama (yang diridhoi) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali ‘Imron [3]: 19).
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali ‘Imron [3]: 85).
Hanya Islam yang Allah Subhanahu wa Ta’ala akui sebagai jalan hidup manusia. Tanpa Islam semua manusia akan celaka. Otak manusia yang Allah Subhanahu wa Ta’ala cipta-kan, bukan untuk mengarang dalam permasalahan agama. Agama apapun karangan otak manusia tidak mungkin bisa menjadi solusi atas segala permasalahan yang ada. Perjuangan yang tidak berada dalam rel Islam adalah sia-sia atau bahkan hakikat-nya menambah rusak dunia.
Islam agama fitroh. Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan manusia dengan bekal fitroh yang sesuai dengan Islam. Manusia sepanjang zaman tidak bisa lari dari seruan fitrohnya. Bila ia menjauh dari seruan fitroh itu, jiwanya pasti meronta-ronta. Kege-lisahan demi kegelisahan akan terus mencekam jiwa manusi. Begitu banyak manusia yang bunuh diri hanya karena kekeringan jiwa, padahal secara materi mereka tidak kekurangan. Ribuan manusia melakukan bunuh diri di dunia setiap tahunnya. Sebab utama tindakan bunuh diri ini rata-rata karena kekosongan jiwa dari ajaran Islam. Kenyataan ini semua adalah dalil bahwa manusia benar-benar diambang kehancuran ketika tidak mengikuti Islam. Mereka tidak akan pernah bahagia di dunia apalagi di akhirat tanpa kembali kepada Islam. Sebab hanya Islam yang Allah Subhanahu wa Ta’ala jadikan paling sesuai dengan panggilan fitrohnya. Hanya Islam yang layak diperjuangkan demi penyelamatan seluruh manusia.
Sekalipun manusia berusaha menghancurkan Islam dan pejuang pemusnah Islam ada sepanjang sejarah, Islam tidak akan pernah musnah, pejuang Islam tak pernah habis. Dibanding agama-agama lain, Islam adalah agama yang paling banyak dimusuhi. Allah  berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu, menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi penyesa-lan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam neraka Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan.” (QS. al-Anfal [8]: 36).
“Mereka ingin hendak memadam-kan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci.” (QS. ash-Shof  [61]: 8).
Tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala berjanji bahwa sampai kapanpun, musuh-musuh Islam tidak akan pernah berhasil melakukan tindakan makarnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (al-Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.” (QS. at-Taubah [9]: 33).
Allah Subhanahu wa Ta’ala sendiri yang menjamin untuk menjaga agama ini. Segala upaya yang ditempuh para musuh, Allah mentahkan. Lebih dari itu, jumlah pemeluk Islam justru se-makin bertambah dari masa ke masa. Ini adalah fakta yang mem-buktikan bahwa manusia cerdas masa depan pasti akan kembali dan memperjuangkan Islam. Mereka tidak akan pernah menerima agama yang tidak otentik, tidak murni dan tidak sesuai dengan fitrohnya. Mereka pasti akan segera mengkritisi berbagai pe-nyimpangan yang terdapat pada ajaran agama selain Islam.
Syeikh Abul Hasan An-Nadwi Rahimahullah, menulis sebuah buku judulnya “maadzaa khasiral aalam bin kht-haathil muslimiin”  (kerugian yang menimpa manusia karena keterpu-rukan umat Islam). Ini menunjuk-kan bahwa manusia tidak akan pernah menemukan kemanusiaannya selama tidak kembali kepada Islam. Terbukti memang bahwa manusia tanpa Islam, benar-benar hidup dalam kebingungan. Disebutkan dalam buku tersebut bahwa pada zaman jahiliyah -sebelum datangnya Islam- kaum wanita di-zholimi. Mereka tidak mendapatkan hak-hak kemanusiaannya sama sekali. Tidak sedikit dari putri-putri mereka yang dibunuh hidup-hidup. Jauh sebelum itu di Romawi pada abad ke VI masehi manusia sungguh terpuruk dalam kebinatangan. Tontonan yang paling menyenangkan pada waktu itu adalah pertarungan yang berdarah-darah dan bahkan tidak sedikit yang harus melayangkan nyawanya. Para gladiator diadu dengan sesama mereka, atau mereka dipaksa harus bertarung melawan binatang buas seperti singa dan lain sebagainya. Suatu pertarungan yang menunjuk-kan tingkat kejamnya manusia ter-hadap kemanusiaannya sendiri. Dengan kata lain di sana nampak bahwa manusia benar-benar tidak ada harga-nya sama sekali.
Akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mem-beri kabar gembira dengan firman-Nya:
“Musa berkata kepada kaumnya, ‘Minta tolonglah kalian kepada Allah dan bersabarlah. Sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; di-pusakakan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. al-A’rof  [7]: 128).
Ayat ini menunjukkan bahwa kemenangan akan diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang bertakwa, yaitu Islam dan umatnya. Dan ini pasti terjadi cepat atau lambat, sebab Allah  tidak pernah mengingkari janji. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak pernah menyalahi janji.”  (QS. Ali Imron [3]:  9).
Rasulullah  Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dalam banyak kesempatan seringkali memberikan kabar gembira. Rasulullah  Subhanahu wa Ta’ala  bersabda:
“Sesungguhnya Allah telah me-ngumpulkan untukku dunia, maka aku menyaksikannya dari ujung timur dan barat, dan kerajaan umatku akan melampaui timur dan barat seperti yang dikumpulkan untukku, dan aku diberi dua kekayaan (emas dan perak atau kekayaan dua kerajaan Romawi dan Persia).”  (HR. Muslim).
“Berilah kabar gembira kepada umatku dengan kemenangan, ke-tenangan di negerinya, pertolongan Allah, dan kemuliaan agamanya. Siapa yang menjadikan amal akhiratnya untuk dunia, maka di akhirat ia tidak akan mendapatkan apa-apa.”(HR. Ahmad no. 20273).

Minggu, 15 Januari 2012

Menurut John Rennie Short (2001, 10), Globalisasi merupakan suatu proses dimana terkaitnya orang-orang maupun tempat-tempat, institusi-institusi dan peristiwa di sekeliling dunia. Singkatnya, definisi dari globalisasi adalah meningkatnya tekanan kepada dunia untuk menjadi suatu aliran jaringan tunggal dari uang, gagasan-gagasan dan hal-hal lainnya. Globalisasi dalam prosesnya terbagi menjadi tiga bagian, yaitu ekonomi, politik dan budaya. Dalam bidang ekonomi, menurut Short, ekonomi global telah matang sekitar 500 tahun lalu. Aliran pinggir dunia dari kapital dan buruh telah menghubungkan tempat dan mengintegrasikan mereka ke dalam dunia ekonomi semenjak abad ke-enam belas. Pasar bebas di bursa keuangan serta layanan-layanan ekonomi, saat ini berjalan melalui suatu payung regulasi, dimana negara tidak berperan banyak dibanding pusat pasar.
Dalam bidang politik, suatu politik global menjadi lebih mungkin dengan kemunduran blok Soviet. Organisasi-organisasi internasional memiliki peranan penting ketika rejim pengamanan, perdagangan dan hak asasi manusia menjadi lebih terkemuka dalam mengorganisir ruang politik. Sedangkan dalam bidang budaya, dibandingkan kepada versi ekonomi dan politik, hal ini lebih sulit untuk diamati. Proses dalam globalisasi ekonomi telah memberikan kontribusi pada globalisasi kebudayaan. Globaliasasi kebudayaan berproses melalui arus berkelanjutan dari ide-ide, informasi, komitmen, nilai-nilai dan rasa yang melintasi dunia. Hal tersebut dimediasikan oleh pergerakan individu, tanda-tanda, simbol-simbol dan simulasi elektronik.
Dari pengertian dan pembagian globalisasi di atas, menurut penulis, globalisasi terjadi karena adanya pengaruh dari sektor ekonomi, sehingga mempengaruhi sektor politik dan budaya. Artinya, pembangunan ekonomi di negara Amerika dan sebagian besar Eropa, menjadikan mereka sebagai negara modern. Fenomena ini dominan terutama pasca perang dunia kedua, dimana negara-negara lain harus berbenah diri dalam bidang ekonomi, sosial dan politik sebagai dampak perang yang begitu dahsyat. Di tengah keterpurukan internasional, Amerika dan sebagian negara Eropa menjadi kekuatan yang dominan, terkhususnya di bidang ekonomi. Kebijakan Marshall Plan yang dianggap sebagai solusi untuk menciptakan pembangunan negara-negara yang porak poranda pasca perang dunia kedua, digagas oleh Amerika dan sekutunya. Negara-negara yang tengah berbenah itu, harus banyak mengejar ketertinggalan mereka ke arah pembangunan ekonomi yang baik, maupun pembangunan politik, sosial dan budaya, sebagaimana negara hal yang ada pada negara-negara yang sudah maju.
Untuk dunia ketiga, momen pasca perang dunia kedua telah membawa angin segar ke arah politik, terkhusus bagi negara-negara di benua Asia dan Afrika. Banyak negara-negara dunia ketiga di Asia dan Afrika telah menghirup kemerdekaan negara mereka dari kolonialisme. Negara yang baru merdeka ini juga berusaha menuju ke tahap modernisasi, agar dapat berkembang dalam segi ekonomi, politik dan budaya, seperti negara yang telah lebih dahulu berada di posisi tersebut. Salah satu cara menuju ke tahap modern, banyak negara-negara di dunia ketiga, melakukan seperti apa yang dilakukan di negara dunia pertama. Salah satu upaya menuju ke tahap modernisasi adalah dengan pembangunan ekonomi. Menjadi negara maju merupakan harapan besar dari negara dunia ketiga yang baru merdeka. Negara dunia ketiga secara serempak mencari model pembangunan yang hendak digunakan sebagai contoh untuk membangun ekonominya dan dalam usaha untuk mempercepat pencapaian kemerdekaan politiknya (Alvin So & Suwarsono, 1991, 8).
Pembangunan ekonomi menjadi salah satu pilihan model pembangunan dari negara dunia ketiga pada saat itu. Salah satu ciri dari pembangunan ekonomi adalah ukuran pertumbuhan pembangunan diukur berdasarkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi, semakin tinggi pula pendapatan negara yang diperoleh dimana hasilnya akan menetes ke bawah “trickle down effect” dalam bentuk distribusi dan membuka lapangan pekerjaan serta dapat mengatasi kemiskinan. Hal ini diakui oleh para tokoh pembangunan ekonomi, seperti Rostow dengan lima tahap pembangunan ekonomi yang diperkenalkannya. Akan tetapi, dalam penerapannya konsep trickle down effect yang diharapkan dapat meningkatkan kemakmuran masyarakat justru tidak terjadi. Hal yang terjadi adalah penumpukan kapital pada sekelompok orang yang dekat dengan kekuasaan, serta terjadinya peningkatan angka pengangguran, kemiskinan serta angka migrasi desa kota (Adi, 2008, 11).
Sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia juga mengalami kendala dalam pembangunan ekonomi sebagai dampak globalisasi. Kebijakan ekonomi neoliberal pada awal Orde Baru yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dengan dukungan modal asing, baik melalui utang luar negeri maupun investasi asing langsung, memang membuktikan sejak awal Pelita I (1969 – 1973) perekonomian Indonesia tumbuh secara konstan dengan rata-rata 6,5 persen per tahun. Inflasi terkendali di bawah dua digit dengan implikasi pendapatan per kapita penduduk yang pada tahun 1969 masih 90 dollar AS, pada tahun 1982 berhasil ditingkatkan menjadi 520 dollar AS. Bahkan di akhir tahun 1990-an, perekonomian Indonesia sempat dipuji Bank Dunia karena berhasil menurunkan tingkat kemiskinan. Pada tahun 1997, pendapatan per kapita penduduk Indonesia telah meningkat menjadi 1.020 dollar AS. Namun tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu, kemudian tidak diikuti oleh trickle down effect yang nyata, sebaliknya semakin memperbesar jurang kesenjangan sosial antara sekelompok kecil penduduk yang sangat kaya dengan sebagaian besar masyarakat yang tetap hidup dalam kemiskinan. Sejak itulah muncul berbagai pemikiran di kalangan terbatas ahli ilmu-ilmu sosial dan ilmu ekonomi di Indonesia yang mengkritik model dan arah kebijakan ekonomi pemerintah, dengan fokus utama bagaimana memberikan perhatian lebih besar kepada aspek pemerataan atau aspek keadilan sosial dalam kebijakan perekonomian nasional (Manuel Kaisiepo, 2006, 183)
Gambaran di atas sepertinya sudah sangat jelas rasanya untuk mengatakan bahwa persoalan pembangunan ekonomi telah dirasakan secara global. Gambaran tersebut menurut hemat penulis adalah suatu hal yang lumrah, karena gagasan mengenai pembangunan ekonomi berasal dari negara dunia pertama sebagai pengagasnya. Dari gambaran itu, setidaknya ada dua hal yang ingin disampaikan oleh penulis : Pertama, dalam konteks global, gagasan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada tolak ukur pertumbuhan ekonomi ternyata tidak selalu sesuai di beberapa negara, terkhusus di negara dunia ketiga / negara sedang berkembang. Hal ini jelas asimetris dengan negara dunia pertama yang begitu perkasa dengan pembangunan ekonominya. Dengan demikian, harus dicari suatu pendekatan baru yang lebih kontekstual dengan negara berkembang, selain pembangunan ekonomi. Kedua, secara nasional, persoalan pembangunan ekonomi memang berhasil merangsang pertumbuhan ekonomi di Indonesia, namun pertumbuhan yang luar biasa ini tidak dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Dengan kata lain, persoalan pemerataan dari hasil pertumbuhan ekonomi di Indonesia menyebabkan suatu persoalan sosial di tengah-tengah masyarakat. Berkaca pada persoalan itu, untuk pembangunan nasioanal harus digali suatu pendekatan yang dapat menciptakan pemerataan pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu.
Kedua hal di atas menurut hemat penulis, merupakan jalan masuk sekaligus alasan mengapa pembangunan nasioanal berubah arah dari pembangunan ekonomi ke arah pembangunan sosial. Pembangunan sosial hadir untuk mengatasi persoalan pembangunan ekonomi yang terdistorsi. Persoalan distorsi dalam pembangunan, dijelaskan lanjut oleh Midgley (2005, 5) bahwa hal tersebut terjadi karena pembangunan ekonomi tidak sejalan dengan pembangunan sosial. Pembangunan yang terdistorsi juga tidak hanya terjadi dalam bentuk kemiskinan, kekurangan, rendahnya tingkat kesehatan dan pemukiman yang tidak layak, tetapi juga pada keterlibatan masyarakat dalam pembangunan. Untuk itu pendekatan kepada pembangunan sosial yang dipilih menggantikan pendekatan pembangunan ekonomi. Hal yang harus dipahami dari pembangunan sosial adalah bahwa pembangunan sosial berbeda dari philantrophi sosial, pekerjaan sosial dan administrasi sosial. Menjadi berbeda karena pembangunan sosial tidak menangani individu baik dengan menyediakan bagi mereka barang dan layanan atau dengan menangani dan merehabilitasi mereka. Tetapi pembangunan sosial lebih terfokus pada komunitas atau masyarakat dan proses maupun pada struktur sosial yang lebih luas.
Lebih lanjut Midgley menjelaskan bahwa perbedaan yang lain adalah pembangunan sosial bersifat komprehensif dan universal. Tidak seperti philantrophi sosial dan pekerjaan sosial, pembangunan sosial tidak hanya menyalurkan bantuan kepada individu yang membutuhkan, tetapi berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk dan seluruh warga. Karakter khas dari pembangunan sosial adalah usahanya untuk menghubungkan usaha-usaha pembangunan ekonomi dan sosial, seperti usaha dalam mengintergrasikan proses ekonomi dan sosial sebagai kesatuan pembangunan yang dinamis. Apa yang disampaikan oleh Midgley mengenai pembangunan sosial menurut hemat penulis menekankan pada pemerataan hasil pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan sosial. Artinya hal tersebut memiliki persamaan tujuan dalam pembangunan nasional. Ditilik dari definisi pembangunan nasioanal, yaitu rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, untuk melasanakan tugas mewujudkan tujuan nasional sebagaimana yang ada pada pembukaan UUD 1945. Rangkaian upaya pembangunan itu memuat kegiatan pembangunan yang berlangsung tanpa henti, dengan menaikkan tingkat kesejahteraan masyarakat dari generasi ke generasi. (UU No.17 Tahun 2007).
Pada kesimpulannya, dapatlah kita melihat alasan kesesuaian tujuan pembangunan sosial dengan tujuan pembangunan nasional, merupakan alasan berubahnya pembangunan ekonomi ke arah pembangunan sosial. Terkait dengan globalisasi, bahwa pembangunan ekonomi yang terdistorsi dan telah dirasakan secara global, tidak kontekstual untuk negara berkembang, terkhusus negara Indonesia. Mungkin bagi negara maju, pembangunan ekonomi dapat sesuai dengan tujuan pembangunan mereka, tetapi tidak bagi negara berkembang layaknya Indonesia. Pembangunan sosial dirasakan lebih pas dalam mengisi formulasi pembangunan nasional di Indonesia. Setidaknya pembangunan sosial berusaha menjawab mengapa faktor pemerataan pertumbuhan ekonomi penting dalam menyikapi persoalan sosial yang muncul pada persoalan pembangunan sebelumnya. Hal itu juga menjadi tujuan dari pembangunan nasional di Indonesia, sehingga pembangunan sosial-lah yang pada akhirnya menjadi paradigma pembangunan di Indonesia.
13.22 Smartvone
Menurut John Rennie Short (2001, 10), Globalisasi merupakan suatu proses dimana terkaitnya orang-orang maupun tempat-tempat, institusi-institusi dan peristiwa di sekeliling dunia. Singkatnya, definisi dari globalisasi adalah meningkatnya tekanan kepada dunia untuk menjadi suatu aliran jaringan tunggal dari uang, gagasan-gagasan dan hal-hal lainnya. Globalisasi dalam prosesnya terbagi menjadi tiga bagian, yaitu ekonomi, politik dan budaya. Dalam bidang ekonomi, menurut Short, ekonomi global telah matang sekitar 500 tahun lalu. Aliran pinggir dunia dari kapital dan buruh telah menghubungkan tempat dan mengintegrasikan mereka ke dalam dunia ekonomi semenjak abad ke-enam belas. Pasar bebas di bursa keuangan serta layanan-layanan ekonomi, saat ini berjalan melalui suatu payung regulasi, dimana negara tidak berperan banyak dibanding pusat pasar.
Dalam bidang politik, suatu politik global menjadi lebih mungkin dengan kemunduran blok Soviet. Organisasi-organisasi internasional memiliki peranan penting ketika rejim pengamanan, perdagangan dan hak asasi manusia menjadi lebih terkemuka dalam mengorganisir ruang politik. Sedangkan dalam bidang budaya, dibandingkan kepada versi ekonomi dan politik, hal ini lebih sulit untuk diamati. Proses dalam globalisasi ekonomi telah memberikan kontribusi pada globalisasi kebudayaan. Globaliasasi kebudayaan berproses melalui arus berkelanjutan dari ide-ide, informasi, komitmen, nilai-nilai dan rasa yang melintasi dunia. Hal tersebut dimediasikan oleh pergerakan individu, tanda-tanda, simbol-simbol dan simulasi elektronik.
Dari pengertian dan pembagian globalisasi di atas, menurut penulis, globalisasi terjadi karena adanya pengaruh dari sektor ekonomi, sehingga mempengaruhi sektor politik dan budaya. Artinya, pembangunan ekonomi di negara Amerika dan sebagian besar Eropa, menjadikan mereka sebagai negara modern. Fenomena ini dominan terutama pasca perang dunia kedua, dimana negara-negara lain harus berbenah diri dalam bidang ekonomi, sosial dan politik sebagai dampak perang yang begitu dahsyat. Di tengah keterpurukan internasional, Amerika dan sebagian negara Eropa menjadi kekuatan yang dominan, terkhususnya di bidang ekonomi. Kebijakan Marshall Plan yang dianggap sebagai solusi untuk menciptakan pembangunan negara-negara yang porak poranda pasca perang dunia kedua, digagas oleh Amerika dan sekutunya. Negara-negara yang tengah berbenah itu, harus banyak mengejar ketertinggalan mereka ke arah pembangunan ekonomi yang baik, maupun pembangunan politik, sosial dan budaya, sebagaimana negara hal yang ada pada negara-negara yang sudah maju.
Untuk dunia ketiga, momen pasca perang dunia kedua telah membawa angin segar ke arah politik, terkhusus bagi negara-negara di benua Asia dan Afrika. Banyak negara-negara dunia ketiga di Asia dan Afrika telah menghirup kemerdekaan negara mereka dari kolonialisme. Negara yang baru merdeka ini juga berusaha menuju ke tahap modernisasi, agar dapat berkembang dalam segi ekonomi, politik dan budaya, seperti negara yang telah lebih dahulu berada di posisi tersebut. Salah satu cara menuju ke tahap modern, banyak negara-negara di dunia ketiga, melakukan seperti apa yang dilakukan di negara dunia pertama. Salah satu upaya menuju ke tahap modernisasi adalah dengan pembangunan ekonomi. Menjadi negara maju merupakan harapan besar dari negara dunia ketiga yang baru merdeka. Negara dunia ketiga secara serempak mencari model pembangunan yang hendak digunakan sebagai contoh untuk membangun ekonominya dan dalam usaha untuk mempercepat pencapaian kemerdekaan politiknya (Alvin So & Suwarsono, 1991, 8).
Pembangunan ekonomi menjadi salah satu pilihan model pembangunan dari negara dunia ketiga pada saat itu. Salah satu ciri dari pembangunan ekonomi adalah ukuran pertumbuhan pembangunan diukur berdasarkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi, semakin tinggi pula pendapatan negara yang diperoleh dimana hasilnya akan menetes ke bawah “trickle down effect” dalam bentuk distribusi dan membuka lapangan pekerjaan serta dapat mengatasi kemiskinan. Hal ini diakui oleh para tokoh pembangunan ekonomi, seperti Rostow dengan lima tahap pembangunan ekonomi yang diperkenalkannya. Akan tetapi, dalam penerapannya konsep trickle down effect yang diharapkan dapat meningkatkan kemakmuran masyarakat justru tidak terjadi. Hal yang terjadi adalah penumpukan kapital pada sekelompok orang yang dekat dengan kekuasaan, serta terjadinya peningkatan angka pengangguran, kemiskinan serta angka migrasi desa kota (Adi, 2008, 11).
Sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia juga mengalami kendala dalam pembangunan ekonomi sebagai dampak globalisasi. Kebijakan ekonomi neoliberal pada awal Orde Baru yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dengan dukungan modal asing, baik melalui utang luar negeri maupun investasi asing langsung, memang membuktikan sejak awal Pelita I (1969 – 1973) perekonomian Indonesia tumbuh secara konstan dengan rata-rata 6,5 persen per tahun. Inflasi terkendali di bawah dua digit dengan implikasi pendapatan per kapita penduduk yang pada tahun 1969 masih 90 dollar AS, pada tahun 1982 berhasil ditingkatkan menjadi 520 dollar AS. Bahkan di akhir tahun 1990-an, perekonomian Indonesia sempat dipuji Bank Dunia karena berhasil menurunkan tingkat kemiskinan. Pada tahun 1997, pendapatan per kapita penduduk Indonesia telah meningkat menjadi 1.020 dollar AS. Namun tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu, kemudian tidak diikuti oleh trickle down effect yang nyata, sebaliknya semakin memperbesar jurang kesenjangan sosial antara sekelompok kecil penduduk yang sangat kaya dengan sebagaian besar masyarakat yang tetap hidup dalam kemiskinan. Sejak itulah muncul berbagai pemikiran di kalangan terbatas ahli ilmu-ilmu sosial dan ilmu ekonomi di Indonesia yang mengkritik model dan arah kebijakan ekonomi pemerintah, dengan fokus utama bagaimana memberikan perhatian lebih besar kepada aspek pemerataan atau aspek keadilan sosial dalam kebijakan perekonomian nasional (Manuel Kaisiepo, 2006, 183)
Gambaran di atas sepertinya sudah sangat jelas rasanya untuk mengatakan bahwa persoalan pembangunan ekonomi telah dirasakan secara global. Gambaran tersebut menurut hemat penulis adalah suatu hal yang lumrah, karena gagasan mengenai pembangunan ekonomi berasal dari negara dunia pertama sebagai pengagasnya. Dari gambaran itu, setidaknya ada dua hal yang ingin disampaikan oleh penulis : Pertama, dalam konteks global, gagasan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada tolak ukur pertumbuhan ekonomi ternyata tidak selalu sesuai di beberapa negara, terkhusus di negara dunia ketiga / negara sedang berkembang. Hal ini jelas asimetris dengan negara dunia pertama yang begitu perkasa dengan pembangunan ekonominya. Dengan demikian, harus dicari suatu pendekatan baru yang lebih kontekstual dengan negara berkembang, selain pembangunan ekonomi. Kedua, secara nasional, persoalan pembangunan ekonomi memang berhasil merangsang pertumbuhan ekonomi di Indonesia, namun pertumbuhan yang luar biasa ini tidak dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Dengan kata lain, persoalan pemerataan dari hasil pertumbuhan ekonomi di Indonesia menyebabkan suatu persoalan sosial di tengah-tengah masyarakat. Berkaca pada persoalan itu, untuk pembangunan nasioanal harus digali suatu pendekatan yang dapat menciptakan pemerataan pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu.
Kedua hal di atas menurut hemat penulis, merupakan jalan masuk sekaligus alasan mengapa pembangunan nasioanal berubah arah dari pembangunan ekonomi ke arah pembangunan sosial. Pembangunan sosial hadir untuk mengatasi persoalan pembangunan ekonomi yang terdistorsi. Persoalan distorsi dalam pembangunan, dijelaskan lanjut oleh Midgley (2005, 5) bahwa hal tersebut terjadi karena pembangunan ekonomi tidak sejalan dengan pembangunan sosial. Pembangunan yang terdistorsi juga tidak hanya terjadi dalam bentuk kemiskinan, kekurangan, rendahnya tingkat kesehatan dan pemukiman yang tidak layak, tetapi juga pada keterlibatan masyarakat dalam pembangunan. Untuk itu pendekatan kepada pembangunan sosial yang dipilih menggantikan pendekatan pembangunan ekonomi. Hal yang harus dipahami dari pembangunan sosial adalah bahwa pembangunan sosial berbeda dari philantrophi sosial, pekerjaan sosial dan administrasi sosial. Menjadi berbeda karena pembangunan sosial tidak menangani individu baik dengan menyediakan bagi mereka barang dan layanan atau dengan menangani dan merehabilitasi mereka. Tetapi pembangunan sosial lebih terfokus pada komunitas atau masyarakat dan proses maupun pada struktur sosial yang lebih luas.
Lebih lanjut Midgley menjelaskan bahwa perbedaan yang lain adalah pembangunan sosial bersifat komprehensif dan universal. Tidak seperti philantrophi sosial dan pekerjaan sosial, pembangunan sosial tidak hanya menyalurkan bantuan kepada individu yang membutuhkan, tetapi berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk dan seluruh warga. Karakter khas dari pembangunan sosial adalah usahanya untuk menghubungkan usaha-usaha pembangunan ekonomi dan sosial, seperti usaha dalam mengintergrasikan proses ekonomi dan sosial sebagai kesatuan pembangunan yang dinamis. Apa yang disampaikan oleh Midgley mengenai pembangunan sosial menurut hemat penulis menekankan pada pemerataan hasil pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan sosial. Artinya hal tersebut memiliki persamaan tujuan dalam pembangunan nasional. Ditilik dari definisi pembangunan nasioanal, yaitu rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, untuk melasanakan tugas mewujudkan tujuan nasional sebagaimana yang ada pada pembukaan UUD 1945. Rangkaian upaya pembangunan itu memuat kegiatan pembangunan yang berlangsung tanpa henti, dengan menaikkan tingkat kesejahteraan masyarakat dari generasi ke generasi. (UU No.17 Tahun 2007).
Pada kesimpulannya, dapatlah kita melihat alasan kesesuaian tujuan pembangunan sosial dengan tujuan pembangunan nasional, merupakan alasan berubahnya pembangunan ekonomi ke arah pembangunan sosial. Terkait dengan globalisasi, bahwa pembangunan ekonomi yang terdistorsi dan telah dirasakan secara global, tidak kontekstual untuk negara berkembang, terkhusus negara Indonesia. Mungkin bagi negara maju, pembangunan ekonomi dapat sesuai dengan tujuan pembangunan mereka, tetapi tidak bagi negara berkembang layaknya Indonesia. Pembangunan sosial dirasakan lebih pas dalam mengisi formulasi pembangunan nasional di Indonesia. Setidaknya pembangunan sosial berusaha menjawab mengapa faktor pemerataan pertumbuhan ekonomi penting dalam menyikapi persoalan sosial yang muncul pada persoalan pembangunan sebelumnya. Hal itu juga menjadi tujuan dari pembangunan nasional di Indonesia, sehingga pembangunan sosial-lah yang pada akhirnya menjadi paradigma pembangunan di Indonesia.