Minggu, 01 April 2012

Posted by jinson on 06.43
Dipostingan kali ini akan membahas sebuah tema tentang cinta, namun bukan cinta semu atau cinta syahwat yang biasa dirasakan oleh pemuda-pemudi yang sedang berpacaran, akan tetapi cinta yang akan kita bahas adalah cinta karena Allah kepada pasangan yang sudah halal.
Sebagai seorang muslim tentunya kita memiliki kewajiban yang  telah ditentukan aturannya oleh Allah dan Rasul-Nya, dan memiliki konsekuensi-konsekuensi yang harus diambil atau dijalani manakala diri kita telah komitmen dengan keislaman kita. Dapat kita lihat di dalam Qur’an Surat Al-Baqarah ayat yang ke 208 yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara kaffah (menyeluruh) dan janganlah ikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagimu.
Nah, salah satu konsekuensi yang harus kita ambil untuk memenuhi komitmen kita sebagai seorang muslim adalah dengan berhijrah yaitu hijrah dari perbuatan yang dinilai buruk oleh agama menuju perbuatan yang diridhoi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan salah satu perbuatan yang Allah ridhai adalah menikah tanpa melalui pacaran. Karena memang Islam tidak memiliki konsep pacaran sebelum melangkah ke pernikahan, bisa kita simak bersama di dalam Qur’an Surat Al-Israa ayat  32  yang artinya “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.
Sungguh jelas bagi kita bahwa pacaran mengandung praktek  mendekati zina dan dapat menjurus ke perzinahan yang sesungguhnya, yang tentunya harus kita jauhi.
Bagi seorang muslim yang ingin menjalankan komitmennya, kemudian memutuskan untuk menikah tanpa melalui proses pacaran dan cukup dengan proses ta’aruf secara Islami, terkadang tergambar dalam pikiran dan di benak hati, seorang calon pasangan yang akan menjadi pendamping hidup yang benar-benar mengamalkan apa yang telah dicontohkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Ini merupakan keinginan yang wajar dan manusiawi jika kita ingin pasangan hidup kita shalih atau shalihah, berusaha selalu membantu pekerjaan masing-masing pasangan, dan lain sebagainya.
Ketika proses ta’aruf terlaksana dan pernikahanpun berlangsung dengan baik, kemudian sebuah pertanyaan muncul dalam hati, apakah gambaran kita sebelumnya tentang pasangan kita yang kita anggap ideal benar-benar terwujud pada kenyataannya? Oleh karena itu, perlu bagi siapa saja yang baru saja menikah atau sudah menjalani hidup berumah-tangga, untuk bisa menjawab dengan bijak pertanyaan yang senantiasa muncul tersebut serta bisa menyikapi pasangan hidup kita dan bagaimana cara menyikapinya, agar rumah tanggapun diliputi keharmonisan diantara pasangan .
Nah berikut ini, adalah tips-tips bagaimana kita menyikapi pasangan hidup kita yang telah menjalani hidup berumah tangga :
1.Terimalah pasangan kita apa adanya
Perlu diketahui bersama bahwa pernikahan yang dilakukan, adalah bentuk penyatuan dua keluarga besar yang berbeda suku, kultur dan budaya serta pola asuh yang diterapkan pada masing-masing keluarga. Hal ini tentu saja tidak mudah untuk merubah karakter yang telah melekat pada pasangan hidup kita, baik suami maupun istri. Namun, Insya Allah dengan kita senantiasa terus mendalami ilmu-lmu yang Islami, maka ini akan menyadarkan kita secara perlahan-perlahan untuk menjadi pribadi yang kaffah.
Dan perlu diingat, jangan pernah sekali-kali menbandingkan pasangan hidup kita dengan pasangan hidup teman atau saudara kita yang lain. Yakinlah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala pasti memberikan jodoh yang sebanding untuk kita. Bukankah kita telah mengetahui dengan pasti bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak pernah mengingkari janji-janji-Nya ?
2. Pandai bersyukur atas anugerah pasangan yang shalih atau shalihah
Sebagai seorang muslim, kita harus bersyukur pada Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang telah memberikan anugerah terindah dalam hidup kita yaitu seorang pasangan hidup yang se-‘aqidah, sevisi dan semisi dalam mengarungi biduk rumah tangga. Coba kita bayangkan, misalkan ada dalam sebuah rumah tangga yang suaminya selingkuh, yang melakukan kekerasan dalam rumah tangga, yang suami tidak shalat, ada juga yang istrinya tidak mau patuh dan taat pada suami padahal yang diperintahkan adalah hal-hal yang baik dan juga kemaksiatan-kemaksiatan dalam rumah tangga yang lainnya. Sementara Alhamdulillah, Allah anugerahkan kepada kita pasangan hidup yang selalu membaca Al-Qur’an, rajin datang kajian keislaman, aktif mengerjakan sunnah . Sementara rumah tangga lain, mungkin suaminya sering berkata-kata kasar, istrinya yang cerewet dan membangkang pada suami. Sementara kita ? Alhamdulillah, suami kita selalu berkata-kata lembut dan sangat menjaga perasaan kita, atau istri kita yang menghormati kedudukan suaminya. Tentunya sebagai seorang muslim yang mendapatkan anugerah seperti ini, patut untuk bersyukuri.” Nikmat Allah mana lagi yang kita dustakan ?
3.  Saling menutup aib pasangan hidup kita
Sebagai seorang muslim dan tentu saja kita juga sebagai manusia biasa, pastinya tidak luput dari dosa dan kesalahan. tiada manusia yang sangat sempurna, semua kita pasti mempunyai kelemahan dan kekurangan. begitupun dalam pasangan hidup kita, kita mungkin mendapatkan kekurangan dari pasangan kita, maka segala kekurangan dari pasangan kita sebaiknya harus kita tutupi, tidak perlu kita ceritakan pada orang lain. Biarlah semua hanya suami dan isteri saja yang tahu akan aib pasangan hidup kita. Yakinlah di setiap kekurangan pasangan hidup kita, pasti Allah berikan banyak kelebihan pada dirinya, Bukankah setiap pasangan hidup merupakan pakaian bagi pasangan hidupnya ?
4. Saling meningkatkan diri dan potensi pasangan hidup kita
Ada beberapa gambaran rumah tangga yang dianalogikan, ada rumah tangga laba-laba, rumah tangga pasar dan rumah tangga kuburan. Nah yang terbaik adalah rumah tangga seperti masjid. Di mana dalam rumah tangga tersebut tercipta suasana saling asih, asah dan asuh. Suami dan isteri senantiasa meningkatkan sisi ketaqwaan, sisi pendidikan, sisi ekonomi, sehingga tercipta rumah tangga yang sakinah mawaddah warohmah. Suami tidak boleh membiarkan isteri untuk tidak berkembang, terutama dari sisi tsaqofah atau pengetahuan. Jika memang ada rezeki, tidak salah jika isteri diizinkan untuk menimba ilmu agama kembali di sebuah lembaga pendidikan syar’i yang dikhususkan untuk muslimah.
Semoga  artikel ini mampu memberikan semangat dan motivasi untuk kita yang sudah berkeluarga dan juga saudara-saudara kita yang shalih dan shalihah untuk segera mewujudkan niat yang suci yaitu menggenapkan setengah diin. Yakinlah, menikah tidaklah serumit dan sekompleks apa yang dibayangkan sebagian orang. (Admin-HASMI).

.:: Wallahu Ta’ala ‘Alam ::.
Categories: