Rabu, 28 Maret 2012

Posted by jinson on 22.13
TAUHID ITU FITRAH

Yang dimaksud dengan Fitrah di sini adalah keadaan asal saat manusia diciptakan, yaitu dalam keadaan ber-agama Islam atau bertauhid.
Sejak penciptaannya, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menanamkan dalam diri manusia Fitrah yang siap menerima dan mencintai kebenaran, memilih tauhid daripada syirik dan memilih keimanan daripada kekufuran.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“….(Tetaplah atas) Fitrah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah menciptakan manusia me-nurut fitroh itu. Tidak ada perubahan pada fitroh Allah Subhanahu wa Ta’ala (Itulah) agama yang lurus…” (QS. ar-Rum [30]: 30) [lihat: Al-Madkhol li Ad-dirosati Al-Aqidati Al-Islamiyati ‘Ala Madzhabi Ahlissunnati wal Jama’ati, hlm. 115].
Jika tidak ada pengaruh luar yang merubahnya, niscaya manusia akan tetap bahkan tumbuh keimanannya terhadap adanya Allah Subhanahu wa Ta’ala dan meng-esakan-Nya. Adapun seseorang yang tidak menerima Islam sebagai agama, maka hal itu hanyalah dikarenakan pengaruh orang-orang sekitar mereka baik karena pengaruh orang tua, mau-pun pengaruh luar lainnya sehingga kefitrohannya hilang.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
Tidak ada seorang anak pun kecuali lahir dalam keadaan Fitrah. Kedua ibu bapaknyalah yang men-jadikannya Yahudi, Nashroni, atau Majusi.(HR. Bukhori dan Muslim).
Juga sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam hadits qudsi, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفاء، فَاجْتَالَتْهُم الشَّيَاطِيْنُ عَنْ دِيْنِهِمْ
Sesungguhnya Aku ciptakan hamba-Ku dalam keadaan lurus (di atas agama tauhid, yaitu Islam), lalu datang kepada mereka Setan yang menyimpangkan agama mereka..” (HR. Muslim).
SELURUH MANUSIA MENGAKUI KETAUHIDAN ALLAH
- Fitrah Terhadap Tauhid Rububiyah
Setiap manusia, sejak diciptakannya pasti telah mengimani keberadaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menetapkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala pencipta segala sesuatu, Pemberi rezeki, Dzat yang menghidupkan, mematikan, memberikan manfaat dan mudhorot dan lain sebagainya dari perbuatan-perbuatan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Fakta telah membuktikan yang demikian itu, bahkan orang-orang musyrikin yang kafir, mereka pun mengakui keesaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam rububiyahan-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: ‘Siapakah yang menciptakan langit dan bumi? tentu mereka akan menjawab: Allah Subhanahu wa Ta’ala.”  (QS. Luqman [31]: 25).
- Fitrah Terhadap Tauhid Asma’ was Sifat
Dalam hal Tauhid Asma Was Sifat, fithrah manusia akan mengakui bahwa penciptanya memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang Maha Agung, Maha Besar, Maha Tinggi, Maha Per-kasa, dan Maha Sempurna dari segala kekurangan. Dan tidak mungkin ada sesuatupun yang dapat menyerupai Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam nama-nama dan sifat-sifat tersebut.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”  (QS. asy-Syuro [42]: 11).
Sejak masa Salafussalih tidak ada satu orang pun yang tidak mengerti tentang Asma wa Sifat, karena fithrah mereka yang bersih. Oleh karena itu ketika Imam Malik Rahimahullah ditanya tentang sifat Allah al-Istiwa ‘Alal Arsy (ber-semayam di atas Arsy), beliau menjawab:
الاسْتِوَاءُ مَعْلُوْمٌ وَاْلكَيْفُ مَجْهُوْلٌ وَالاِيْمَانُ بِهِ وَاجِبٌ والسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ
Istiwaa’ itu telah diketahui (makna-nya), kaifiyahnya (hakikat bagaimana Allah bersemayam) tidak diketahui, mengimaninya adalah wajib, dan mena-nyakan tentangnya adalah bid’ah.” [Syarh I’tiqod Ahlissunnati wal jama’ati, al-Laalikai. 3/429].
- Fitrah Terhadap Tauhid Uluhiyah
Setelah fitroh mengakui tauhid Rububiyah dan Asma was Sifat, maka secara otomatis Fitrah tersebut pasti mengakui pula bahwa hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berhak disembah, dimintai pertolongan, ditaati, diagungkan, dan  dibesarkan serta ditakuti oleh semua makhluk-Nya.
Nabi Ibrohim ‘Alaihis Salam yang dilahirkan di lingkungan gelap gulita, di komunitas penyembahan berhala. Bahkan berhala itu harus dibuat dengan tangan mereka sendiri. Maka bagaimana mungkin ia menetapkan bahwa berhala bisa menjadi Rabb semesta alam..? Pengetahuan inilah yang disebut Fitrah, sebagaimana ucapan beliau kepada bapaknya :
” Wahai bapak-ku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tak dapat mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolong engkau sedikitpun.?.” (QS. Maryam [19] : 42).
Kendati banyak orang-orang musyrikin yang menolak tauhid ini,  namun bukan berarti tidak adanya Fitrah pada mereka. Fitrah mereka ini, dapat terlihat pada saat orang-orang musyrikin mengalami suatu peristiwa yang sulit lagi genting.
 Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Dan apabila kalian ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kalian seru kecuali Dia, Maka tatkala Dia menyelamatkan kalian ke daratan, kalian berpaling. dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih.” (QS. al-Isro’ [17]: 67).
Jadi jelas sekali, tauhid itu benar-benar Fitrah. Sedangkan syirik, penyem-bahan berhala, meminta pertolongan kepada orang yang telah mati, ber-sandar kepada jimat, dan lain sebagai-nya bukanlah berasal dari Fitrah manusia.
SEJARAH TELAH MEMBUKTIKANNYA
Manusia sepanjang sejarahnya, sejak Nabi Adam ‘Alaihis Salam hingga Nabi Nuh ‘Alaihis Salam yang diperkirakan sepuluh abad lamanya, hidup di atas Fitrah tauhid.
 Allah Subhanahu wa Ta’ala  berfirman:
“Manusia itu adalah umat yang satu (agama yang satu). (setelah timbul perselisihan), Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala  meng-utus Para Nabi, sebagai pemberi peri-ngatan, dan Allah Subhanahu wa Ta’al menurunkan bersama mereka kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan.”  (QS. al-Baqoroh [2]: 213).
Ibnu ‘Abba Radhiyallahu ‘anhu berkata:
Antara Nuh dan Adam Alaihis salam terdapat 10 abad lamanya, seluruhnya berada dalam syari’at yang benar, lalu mereka berselisih. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus para Nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan.[Tafsir Ibnu Katsir].
Saudaraku kaum muslimin…
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa menjaga Fitrah yang ada dalam diri-diri kita, dengan begitu kita akan menerima syari’at Islam, agama tauhid dengan lapang dada.
Barangsiapa yang dikehendaki Allah Subhanahu wa Ta’ala berupa petunjuk kepadanya, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam.” (QS. al-An’am [6]: 125). (Admin-HASMI).
.:: Wallahu Ta’ala ‘Alam ::.
Categories: