Pengalaman tersebuut hanyalah salah satu
bukti nyata dari perlakuan para pedagang yang batinnya hampa dari
keimanan kepada Allah dan hari akhir. Keuntungan materi menjadi tujuan
utamanya, sehingga ia menempuh segala cara untuk mendapatkannya.
Saudaraku! Bersyukurlah, karena Allah Subhanahu Wata’ala
telah menjadikan anda sebagai seorang muslim. Islam mengajarkan anda
berbagai syari’at luhur yang suci dalam segala aspek kehidupan anda,
termasuk dalam urusan perniagaan.
Syari’at Islam mengajarkan kita untuk
selalu berlaku jujur dalam segala keadaan, walaupun secara lahir
kejujuran tersebut dapat menghasilkan keuntungan namun hakikatnya
kerugian akan menimpa diri kita sendiri.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ
كُونُواْ قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاء لِلّهِ وَلَوْ عَلَى
أَنفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالأَقْرَبِينَ إِن يَكُنْ غَنِيّاً أَوْ
فَقَيراً فَاللّهُ أَوْلَى بِهِمَا فَلاَ تَتَّبِعُواْ الْهَوَى أَن
تَعْدِلُواْ وَإِن تَلْوُواْ أَوْ تُعْرِضُواْ فَإِنَّ اللّهَ كَانَ بِمَا
تَعْمَلُونَ خَبِيراً. النساء : 135.
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang
benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun
terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya
ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan
jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka
sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu
kerjakan.” (Qs. An Nisa’: 135).
Tatkala Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini, beliau menjelaskan : “Bahwa ayat ini adalah perintah dari Allah Subhanahu Wata’ala
kepada setiap orang yang beriman untuk senantiasa berkata benar. Tidak
sepantasnya bagi seorang mu’min untuk meninggalkan kebenaran dan mudah
terpaling darinya. Sebaliknya, orang-orang yang beriman seyogyanya
saling bahu membahu, tolong menolong dan menyatu-padukan tekad, guna
memperjuangkan kebenaran. Mereka menegakkan kebenaran demi menggapai
keridhaan Allah Subhanahu Wata’ala. Bila ketulusan niat ini
telah terwujud pada diri seseorang, niscaya ucapan dan perbuatannya-pun
benar, adil dan jauh dari penyelewengan atau manipulasi. Kebenaran dan
kejujuran ini senantiasa menghiasi kehidupan orang yang beriman,
walaupun kadang kala beresiko mendatangkan kerugian pada diri sendiri.
Bila hal itu terjadi, maka Allah Subhanahu Wata’ala tidak akan menyia-nyiakan amal baiknya. Allah Subhanahu Wata’ala pasti
memberi orang yang taat kepada-Nya jalan keluar bagi setiap
problematikanya. Demikianlah kepribadian orang-orang yang benar-benar
beriman. Keinginan untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan berbagai
perasaan dirinya tidak dapat memalingkannya dari menegakkan keadilan
dalam segala aspek kehidupannya.” (Tafsir Ibnu Katsir : 2/433).
Dalam riwayat Muttafaqun Alaihi. Rasulullah Shallallahu A’laihi Wasallam bersabda :
عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه
قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: عليكم بالصدق فإن الصدق يهدي إلى
البر وإن البر يهدي إلى الجنة، وما يزال الرجل يصدق ويتحرى الصدق حتى يكتب
عند الله صديقا. وإياكم والكذب فإن الكذب يهدي إلى الفجور وإن الفجور يهدي
إلى النار وما يزال الرجل يكذب ويتحرى الكذب حتى يكتب عند الله كذابا.
متفق عليه
“Dari sahabat Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu ia menturkan, Rasulullah Shallallahu A’laihi Wasallam
bersabda: ‘Hendaknya kalian senantiasa berbuat jujur, karena
sesungguhnya kejujuran akan membimbing kepada kebaikan, dan sesungguhnya
kebaikan akan membimbing kepada surga, dan senantiasa seseorang itu
berbuat jujur serta senantiasa berusaha berbuat jujur, hingga akhirnya
ditulis disisi Allah sebagai orang yang (shiddiq) jujur. Dan
berhati-hatilah kalian dari perbuatan dusta, karena sesungguhnya
kedustaan akan membimbing kepada kejahatan, dan sesungguhnya kejahatan
akan membimbing kepada neraka. Serta senantiasa seseorang berbuat dusta
dan berupaya untuk berdusta hingga akhirnya ditulis di sisi Allah
sebagai pendusta.”
Sehingga tidak heran bila syari’at Islam
menjadikan hal ini sebagai salah satu prinsip hidup umat manusia, tanpa
terkecuali dalam perniagaan. Pada suatu hari, Rasulullah Shallallahu A’laihi Wasallam memperingatkan para sahabatnya yang sedang menjalankan perniagaan di pasar:
يا معشر التجار! فاستجابوا لرسول الله صلى الله عليه و سلم
ورفعوا أعناقهم وأبصارهم إليه، فقال: إن التجار يبعثون يوم القيامة فجارا،
إلا من اتقى الله وبر وصدق. رواه الترمذي وابن حبان والحاكم وصححه الألباني“Wahai para pedagang!” Maka mereka memperhatikan seruan Rasulullah Shallallhu A’alaihi Wasallam, mereka menengadahkan leher dan pandangan mereka kepada beliau. Lalu beliau bersabda: “Sesungguhnya para pedagang akan dibangkitkan kelak pada hari kiamat sebagai orang-orang fajir (jahat) kecuali pedagang yang bertaqwa kepada Allah Ta’la, berbuat baik dan berlaku jujur.” (Riwayat At Timizy, Ibnu Hibban, Al Hakim dan dishahihkan oleh Al Albany)
Al Qadhi ‘Iyadh menjelaskan hadits ini dengan berkata: “Karena kebiasaan para pedagang adalah menipu dalam perniagaan, dan amat berambisi untuk menjual barang dagangannya dengan segala cara yang dapat mereka lakukan diantaranya dengan sumpah palsu atau dengan yang serupa. Nabi Shallallahu A’laihi Wasallam memvonis mereka sebagai orang-orang jahat (fajir), dan beliau mengecualikan dari vonis ini para pedagang yang senantiasa menghindari hal-hal yang diharamkan, senantiasa memenuhi sumpahnya dan senantiasa jujur dalam setiap ucapannya.” (Dinukilkan oleh Al Mubarakfuri dalam kitabnya Tuhfatul Ahwazy 4/336).
Dengan demikian, sudah selayaknyalah kita
sebagai orang yang beriman, senantiasa mengindahkan prinsip dalam
perniagaan dan senantiasa berpegang teguh terhadap kebenaran yang telah
kita ketahui bersama.
Rasulullah Shallallahu A’laihi Wasallam bersabda :
عن حكيم بن حزام رضي الله عنه عن
النبي صلى الله عليه و سلم قال: البيعان بالخيار ما لم يتفرقا، فإن صدقا
وبينا بورك لهما في بيعهما، وإن كذبا وكتما محقت بركة بيعهما. متفق عليه
“Dari sahabat Hakim bin Hizam Radiyallahu A’nhu dari Nabi Shallallahu A’laihi Wasallam,
beliau bersabda: “Kedua orang penjual dan pembeli, masing-masing
memiliki hak pilih selama keduanya belum berpisah, bila keduanya berlaku
jujur dan menjelaskan, maka akan diberkahi untuk mereka penjualannya,
dan bila mereka berlaku dusta dan saling menutup-nutupi, niscaya akan
dihapuskan keberkahan penjualannya”. (Muttafaqun ‘Alaihi).
Dari hadits ini, Ibnu Hajar Al ‘Atsqalany
menarik suatu kesimpulan: “Pada hadits ini terdapat suatu petunjuk
bahwa kehidupan dunia tidaklah akan dapat dicapai dengan sempurna
kecuali dengan perantaraan amal shaleh. Dan bahwasannya petaka perbuatan
maksiat akan menyirnakan seluruh kebaikan dunia dan akhirat.” (Fathul Bary oleh Ibnu Hajar Al Atsqalany 4/311).
Saudaraku! Manisnya harta dan gemerlapnya, keuntungan yang berlimpah,
memang begitu menggiuarkan. Tidak heran bila liur umat manusia
senantiasa menetes tatkala menyaksikan peluang mengeruk keuntungan
terbuka lebar-lebar. Sehingga bisa saja derasnya godaan harta ini
menjadikan anda hanyut dan lupa daratan. Hanya keimanan anda kepada
Allah dan hari akhirlah yang mampu membendung arus ambisi dan
keserakahan dunia.Rasulullah Shallallahu A’laihi Wasallam Bersabda :
وَإِنَّ هَذَا الْمَالَ حُلْوَةٌ ، مَنْ أَخَذَهُ بِحَقِّهِ وَوَضَعَهُ فِى حَقِّهِ ، فَنِعْمَ الْمَعُونَةُ هُوَ ، وَمَنْ أَخَذَهُ بِغَيْرِ حَقِّهِ ، كَانَ الَّذِى يَأْكُلُ وَلاَ يَشْبَعُ. متفق عليه
“Sesungguhnya harta kekayaan itu terasa begitu manis. Barang siapa yang mendapatkannya denga cara-cara yang benar dan dibelanjakan di jalan yang benar, maka harta itu adalah sebaik-baik pembantu baginya. Sedangkan orang yang mendapatkannya dari jalan yang tidak benar, maka ia bagaikan orang yang makan tapi tidak pernah merasa kenyang.” (Muttafaqun ‘alaih). [] Redaksi.
Categories: Materi Islami