Yang dimaksud dengan Fitrah di sini
adalah keadaan asal saat manusia diciptakan, yaitu dalam keadaan
ber-agama Islam atau bertauhid.
Sejak penciptaannya, Allah Subhanahu wa Ta’ala
telah menanamkan dalam diri manusia Fitrah yang siap menerima dan
mencintai kebenaran, memilih tauhid daripada syirik dan memilih keimanan
daripada kekufuran.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“….(Tetaplah atas) Fitrah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah menciptakan manusia me-nurut fitroh itu. Tidak ada perubahan pada fitroh Allah Subhanahu wa Ta’ala (Itulah) agama yang lurus…” (QS. ar-Rum [30]: 30) [lihat: Al-Madkhol li Ad-dirosati Al-Aqidati Al-Islamiyati ‘Ala Madzhabi Ahlissunnati wal Jama’ati, hlm. 115].
Jika tidak ada pengaruh luar yang merubahnya, niscaya manusia akan tetap bahkan tumbuh keimanannya terhadap adanya Allah Subhanahu wa Ta’ala
dan meng-esakan-Nya. Adapun seseorang yang tidak menerima Islam sebagai
agama, maka hal itu hanyalah dikarenakan pengaruh orang-orang sekitar
mereka baik karena pengaruh orang tua, mau-pun pengaruh luar lainnya
sehingga kefitrohannya hilang.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Tidak ada seorang anak pun kecuali
lahir dalam keadaan Fitrah. Kedua ibu bapaknyalah yang men-jadikannya
Yahudi, Nashroni, atau Majusi.” (HR. Bukhori dan Muslim).
Juga sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam hadits qudsi, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفاء، فَاجْتَالَتْهُم الشَّيَاطِيْنُ عَنْ دِيْنِهِمْ
“Sesungguhnya Aku ciptakan hamba-Ku dalam keadaan lurus (di atas agama tauhid, yaitu Islam), lalu datang kepada mereka Setan yang menyimpangkan agama mereka..” (HR. Muslim).
SELURUH MANUSIA MENGAKUI KETAUHIDAN ALLAH
- Fitrah Terhadap Tauhid Rububiyah
Setiap manusia, sejak diciptakannya pasti telah mengimani keberadaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menetapkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala
pencipta segala sesuatu, Pemberi rezeki, Dzat yang menghidupkan,
mematikan, memberikan manfaat dan mudhorot dan lain sebagainya dari
perbuatan-perbuatan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Fakta telah membuktikan yang demikian itu, bahkan orang-orang musyrikin yang kafir, mereka pun mengakui keesaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam rububiyahan-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan
kepada mereka: ‘Siapakah yang menciptakan langit dan bumi? tentu mereka
akan menjawab: Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (QS. Luqman [31]: 25).
- Fitrah Terhadap Tauhid Asma’ was Sifat
Dalam hal Tauhid Asma Was Sifat, fithrah
manusia akan mengakui bahwa penciptanya memiliki nama-nama dan
sifat-sifat yang Maha Agung, Maha Besar, Maha Tinggi, Maha Per-kasa, dan
Maha Sempurna dari segala kekurangan. Dan tidak mungkin ada sesuatupun
yang dapat menyerupai Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam nama-nama dan sifat-sifat tersebut.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. asy-Syuro [42]: 11).
Sejak masa Salafussalih tidak ada satu
orang pun yang tidak mengerti tentang Asma wa Sifat, karena fithrah
mereka yang bersih. Oleh karena itu ketika Imam Malik Rahimahullah ditanya tentang sifat Allah al-Istiwa ‘Alal Arsy (ber-semayam di atas Arsy), beliau menjawab:
الاسْتِوَاءُ مَعْلُوْمٌ وَاْلكَيْفُ مَجْهُوْلٌ وَالاِيْمَانُ بِهِ وَاجِبٌ والسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ
“Istiwaa’ itu telah diketahui (makna-nya), kaifiyahnya (hakikat bagaimana Allah bersemayam) tidak diketahui, mengimaninya adalah wajib, dan mena-nyakan tentangnya adalah bid’ah.” [Syarh I’tiqod Ahlissunnati wal jama’ati, al-Laalikai. 3/429].
- Fitrah Terhadap Tauhid Uluhiyah
Setelah fitroh mengakui tauhid Rububiyah
dan Asma was Sifat, maka secara otomatis Fitrah tersebut pasti mengakui
pula bahwa hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berhak disembah, dimintai pertolongan, ditaati, diagungkan, dan dibesarkan serta ditakuti oleh semua makhluk-Nya.
Nabi Ibrohim ‘Alaihis Salam yang
dilahirkan di lingkungan gelap gulita, di komunitas penyembahan berhala.
Bahkan berhala itu harus dibuat dengan tangan mereka sendiri. Maka
bagaimana mungkin ia menetapkan bahwa berhala bisa menjadi Rabb semesta
alam..? Pengetahuan inilah yang disebut Fitrah, sebagaimana ucapan
beliau kepada bapaknya :
” Wahai bapak-ku, mengapa engkau
menyembah sesuatu yang tak dapat mendengar, tidak melihat, dan tidak
dapat menolong engkau sedikitpun.?.” (QS. Maryam [19] : 42).
Kendati banyak orang-orang musyrikin
yang menolak tauhid ini, namun bukan berarti tidak adanya Fitrah pada
mereka. Fitrah mereka ini, dapat terlihat pada saat orang-orang
musyrikin mengalami suatu peristiwa yang sulit lagi genting.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan apabila kalian ditimpa bahaya
di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kalian seru kecuali Dia, Maka
tatkala Dia menyelamatkan kalian ke daratan, kalian berpaling. dan
manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih.” (QS. al-Isro’ [17]: 67).
Jadi jelas sekali, tauhid itu
benar-benar Fitrah. Sedangkan syirik, penyem-bahan berhala, meminta
pertolongan kepada orang yang telah mati, ber-sandar kepada jimat, dan
lain sebagai-nya bukanlah berasal dari Fitrah manusia.
SEJARAH TELAH MEMBUKTIKANNYA
Manusia sepanjang sejarahnya, sejak Nabi Adam ‘Alaihis Salam hingga Nabi Nuh ‘Alaihis Salam yang diperkirakan sepuluh abad lamanya, hidup di atas Fitrah tauhid.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Manusia itu adalah umat yang satu (agama yang satu). (setelah timbul perselisihan), Maka Allah Subhanahu
wa Ta’ala meng-utus Para Nabi, sebagai pemberi peri-ngatan, dan Allah
Subhanahu wa Ta’al menurunkan bersama mereka kitab yang benar, untuk
memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka
perselisihkan.” (QS. al-Baqoroh [2]: 213).
Ibnu ‘Abba Radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Antara Nuh dan Adam Alaihis salam terdapat 10 abad lamanya, seluruhnya berada dalam syari’at yang benar, lalu mereka berselisih. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus para Nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan.” [Tafsir Ibnu Katsir].
Saudaraku kaum muslimin…
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala
senantiasa menjaga Fitrah yang ada dalam diri-diri kita, dengan begitu
kita akan menerima syari’at Islam, agama tauhid dengan lapang dada.
“Barangsiapa yang dikehendaki Allah Subhanahu wa Ta’ala berupa petunjuk kepadanya, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam.” (QS. al-An’am [6]: 125). (Admin-HASMI).
.:: Wallahu Ta’ala ‘Alam ::.
Categories: Materi Islami