Benarkah ada hadits yang menerangkan bahwa awal Ramadhan adalah rahmat, kalau ada riwayat siapa dan bagaimana kedudukannya?
Jawab:
Hadits seperti yang ditanyakan itu memang ada, lafadznya sebagai berikut:
اول شهررمضان رحمة واوسطه مغفرة واخره عتق من النار
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Uqaily dalam kitab adh-Dhu’afa’ 172; Ibnu Adi 1/165; al-Khathiib 2:77; ad-Dailami 1/1: 10-11 dan Ibnu Asakir 1/506/8 melalui jalan Salam bin Sawwar dari Muslamah bin as-Shult dari Zuhri dari Abi Salamah dari Abu Hurairah.Setelah kami periksa, ternyata pada sanadnya terdapat dua rawi yang lemah, yaitu:
- Salam bin Sawwar, nama lengkapnya adalah Salam bin Sulaiman bin Sawwar. Tentang rawi ini, Abu Hatim berkata: Laisa bil qawi (ia tidak kuat), Ibnu Adi menyebutnya Munkarul Hadits, sedangkan al-Uqaily mengatakan: Pada hadits-haditsnya terdapat manaakir (hadits munkar). (Mizanul I’tidal 2: 178-179).
- Muslamah bin ash-Shult. Ibnu Adi berkata: Ia tidak dikenal, Abu Hatim menyebutnya Matrukul Hadits (Mizanul I’tidal 4: 109 dan al-Kamil fi Dhu’afa’ir Rijaal 3: 311),
Hadit riwayat Ibnu Khuzaimah yang sangat panjang, disini disebutkan yang perlu saja, yaitu:
قالوا: يارسول الله ليس كلنانجد مايفطر الصا فقال رسول الله ص : يعطى الله هذا الثوان ممن فطر صاعا على ثمرة اوعلى شر نة اومذ قة لبن وهوشهراو له رحمة واوسطه مغفرة واخره عتق من النار
artinya: …para sahabat bertanya: Ya Rasulullah, bukankah tidak semuanya kita mampu memberi makan kepada orang yang berpuasa? Rasulullah menjawab: Allah memberikan pahala itu terhadap orang yang memberi makan kepada orang yang berpuasa, walaupun pemberian itu hanya sebiji kurma, seteguk air atau seteguk susu. Bulan Ramadhan permulaannya adalah rahmat, pertengahannya merupakan ampunan (maghfirah) dan akhirnya adalah dijauhkan/ kebebasan dari api neraka…Hadits diatas terdapat dalam Shahih Ibnu Khuzaimah 3: 191. Sanadnya adalah sebagai berikut:
Ali bin Hajr as-Sa’di
Yusuf bin Ziyaad
Hamaam bin Yahya
Ali bin Zaid bin Jud’an
Sa’id bin al-Musayyib
Salman
Pada sanad di atas terdapat rawi, Ali bin Zaid bin Jud’an. Hammad bin Zaid berkata: Ia biasa membolak balik hadits. Al-Fallas mengatakan bahwa Yahya bin al-Qath-than menjauhi haditsnya. Imam Ahmad menyebutnya: Dha’iful-Hadits. Bukhari dan Abu Hatim berkata: Haditsnya tidak dapat dijadikan hujjah, sedangkan al-Qiswah mengatakan: Rawi ini rusak/ ikhtilath hafalannya pada masa tuanya. Ibnu Khuzaimah menegaskan bahwa ia tidak menjadikan haditsnya sebagai hujjah karena jeleknya hafalan si rawi. Daraquthni berkata: Di sisiku ia tetap punya kelemahan. Sedang imam adz-Dzahabi menerangkan bahwa aku menganggapnya munkar. (Mizanul I’tidal 3: 127-129 dan Fathur Rabbani 9: 233).Yusuf bin Ziyaad
Hamaam bin Yahya
Ali bin Zaid bin Jud’an
Sa’id bin al-Musayyib
Salman
Dengan uraian di atas nyatalah bahwa hadits inipun juga lemah.
Kesimpulan
Hadits yang menerangkan bahwa awal Ramadhan itu adalah rahmat dan seterusnya, adalah lemah. Maka, ia tidak bisa dipakai untuk menetapkan bahwa awal puasa/ Ramadhan itu adalah rahmat. (Baca juga Silsilah Ahaditsi Dha’iifah, hadits no: 1569)
Hari ini 12 Ramadhan. Bererti lebih sepertiga dari bulan mulia ini sudah berlalu. Walau masih banyak hari yang berbaki sebelum ketibaan Eidul Fitri, kita wajar menyedari bahawa sepertiga adalah satu angka yang besar. Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam pernah bersabda, “Dan sepertiga itu banyak”.
Berlalunya 12 hari dari bulan Ramadhan, bermakna bulan berkat ini sudah menghampiri pertengahannya. Sebelum sampai pertengahan Ramadhan, mari kita sama-sama menghayati satu kata-kata wasiat Imam Ibnul Jauzi:
Bulan Ramadhan sudah sampai pertengahannya,
Separuh peluang untuk mendapat habuan sudah berlalu,
Dengan penuh kecuaian dan masa yang terbuang,
Tabiat menangguh-nangguh menghakis detik demi detik,
Sedangkan matahari dan bulan tetap dengan peredarannya,
“Bulan Ramadhan yang diturunkan padanya Al-Quran”,
Duhai orang yang berdiri dalam kebingungan..
Adakah pada dirimu keazaman untuk berubah?
Sampai bilakah kamu rela menetap di kedudukan hina?(At-Tabshirah oleh Ibnul Jauzi 2/96)
Sama-sama kita hayati kalimah wasiat Imam Ibnul Jauzi yang penuh hikmah. Agar segala azam dan tekad yang diikrar pada awal Ramadhan dapat dicapai pada penghujungnya. Jika ada kecuaian dan kelalaian pada hari-hari yang berlalu, jadikan ia sebagai pengajaran. Yang mendatang tetap diteruskan dengan penuh keazaman.
12 Ramadhan 1430H
Kelebihan malam 10 akhir Ramadan
Antara kelebihan malam 10 terakhir Ramadan adalah;
“Rasulullah apabila masuk malam 10 terakhir Ramadan, Baginda menghidupkan malam (dengan ibadat), mengejutkan keluarganya (bangun beribadat), bersungguh-sungguh (dalam beribadat) dan uzlah (mengasingkan diri) daripada isteri-isterinya.” (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim)
Pada malam inilah diturunkan al-Quran seperti firman Allah bermaksud:
“Sesungguhnya Kami menurunkannya (al-Quran) pada Lailatul Qadar” (Surah al-Qadar, ayat 1)
Ibn Abbas berkata : “Allah menurunkan al-Quran sekali gus dari Al-Luh Al-Mahfur ke Bait al-E'zzah yang terletak di langit dunia. Kemudian ia diturunkan secara berperingkat-peringkat kepada Rasulullah selama 25 tahun.
Maksud ‘urusan yang penuh hikmah’ adalah pada malam itu Allah menentukan umur, rezeki dan ajal manusia.
Bilakah Lailatul Qadar?
Nabi Muhammad bersabda bermaksud: “Carilah Lailatul Qadar pada malam 10 terakhir Ramadan.” (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim)
Rasulullah bersabda lagi bermaksud: “Carilah Lailatul Qadar pada malam ganjil pada 10 malam terakhir.” (Hadis riwayat Bukhari)
Imam Nawawi berpendapat bahawa memandangkan hadis yang menceritakan mengenai Lailatul Qadar berselisih pada waktunya, maka ini menunjukkan bahawa malam itu berpindah-pindah pada setiap tahun.
Dalam sebuah hadis riwayat at-Tirmizi, Ahmad dan Ibn Majah bahawa Aisyah bertanya kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, sekiranya aku berada pada Lailatul Qadar, apa yang aku perlu buat? Baginda menjawab: katakanlah (maksudnya) : “Ya Allah, sesungguhnya engkau Tuhan Yang Maha Mulia dan Maha Pengampun, maka ampunkan dosa-dosaku.”
Rasulullah tidak pernah sekali pun meninggalkan iktikaf pada 10 malam terakhir Ramadan hingga Baginda wafat. Isteri baginda.
Syarat sah iktikaf:
Islam, berakal, tidak berjunub dan bersih daripada haid dan nifas bagi perempuan.
Niat: Iktikaf adalah ibadat yang tidak sah melainkan dengan niat.
Masjid: Iktikaf hendaklah dilakukan di masjid.
Waktu bermula iktikaf: Seseorang yang ingin beriktikaf hendaklah masuk ke dalam masjid sebelum terbenam matahari ke-20 Ramadan.
Waktu berakhir iktikaf: Berakhirnya iktikaf adalah selepas terbenamnya matahari pada hari terakhir Ramadan.
Perkara yang membatalkan iktikaf:
Perkara yang sunat dilakukan.
Ya Allah, betapa kami tak bisa berbuat lebih banyak di rama-dhan ini. Betapa kami hanya mampu untuk mereguk nikmat, mereguk senang, tanpa bisa sedikit pun berikan yang terbaik untukMu. Di bulan ini kami lebih banyak meminta ketimbang mengerjakan seruanMu. Ramadhan bagi sebagian dari kami, tak ubahnya sebuah pesta. Ramadhan bagi segolongan dari kami, sekadar ekstravaganza ibadah. Nyaris hanya secuil yang bisa kami maknai kemuliaannya.
Ya Allah, kami ingin mengadu kepadaMu. Meski kami malu karena selalu memalingkan wajah dari perintahMu. Kami mencoba meng-hempaskan beban yang kami derita. Kami ber-upaya untuk membuang semua penat di jiwa kami. Di akhir ramadhan ini kami cuma bisa mengeluh. Bahkan adakalanya keluhan itu bersumber dari kebodohan kami yang buta atas titahMu. Sepertinya kami tak pantas berbagi dengan-Mu. Terlalu banyak persoalan yang sebenarnya bersumber dari kesombongan kami, kejahilan kami, dan dari bebalnya kami.
Ya Allah, ijinkan kami untuk bersimpuh di hadapan-Mu. Melunturkan dosa dan memu-darkan penyakit yang berkarat di hati. Meski kami malu membeberkan luka-luka ini. Karena luka yang kami miliki, juga akibat kami tak mampu memenuhi syariatMu. Kami merasa berada di dalam sebuah lorong yang gelap, dingin, sepi dan sunyi. Hati kami terasa kering, meski setiap hari dibasuh dengan kalimat-kalimatMu yang sejuk. Jiwa kami berdebu, mes-ki setiap detik disapu firmanMu. Ramadhan bagi kami, ternyata hanya menyisakan luka, perih, dan sepi.
Sebagian dari kami tak bisa meman-faatkan kesempatan di bulan suci ini. Kami lebih suka menjadikannya sebagai sarana me-mupuk popularitas dan kekayaan. Kami pilu, ketika sebagian dari kami, umat Nabi Muhammad saw. ini, lebih menikmati ramadhan dengan gemerlap di layar kaca.
Mereka menutupi wajahnya dengan topeng. Bahkan berani menipu kami. Memen-jarakan kami ke ruang gelap sebuah kenistaan. Itu sebabnya, hari-hari kami sepanjang ramadhan ini, lebih banyak dihabiskan untuk menemani mereka di layar kaca membawakan program-program spesial ramadhan yang dikemas amat menghibur.
Di akhir ramadhan ini, luluskanlah permintaan kami untuk menyampaikan sesuatu, meski apa yang akan kami sampaikan Engkau pasti sudah mengetahuinya. Kami mencoba meraih sisa-sisa kekuatan kami yang nyaris musnah ditelan kesombongan kami.
Akhir ramadhan yang membosankan kami. Mungkin sebagian dari kami merasa memiliki sesuatu yang berharga untuk menjadi bekal setelah ramadhan. Tapi sebagian lagi dari kami, hanya membawa beban di akhir ramadhan ini.
Engkau pasti tahu, bahwa sebagian besar dari kami selalu tidak ajeg untuk meniti hidup pasca ramadhan. Ramadhan ternyata tidak membuahkan takwa, ramadhan hanya berlalu dan diisi dengan kekosongan.
Ya Allah, pertengahan Ramadhan ini, beberapa selebritis di negeri ini protes kepada sebagian dari kami yang mencoba mengingatkan mereka. Mereka tak rela kehidupannya diusik. Mereka marah besar atas imbauan sebagian dari kami yang menyebutkan mereka cuma islam sesaat. Ya, di bulan raamdhan ini..
Mungkin mereka malu. Bahwa selama ini aktivitasnya memang membuat noda di ramadhan. Tapi kami yakin, sebagian besar dari kami kini sudah cukup merasa paham untuk bersikap. Namun, hal ini tetap menyisakan perih dan pilu di hati kami. Betapa, mereka sudah banyak yang tidak peduli dengan seruanMu. Kami juga mohon maaf, karana hanya bisa mengeluh di hadapan-Mu, tak bisa di depan mereka. Betapa kerdilnya jiwa kami.
Tapi kami masih bisa berharap, bahwa apa yang kami lakukan merupakan wujud peduli kami untuk berbuat yang terbaik. Meski kami yakin banyak sekali kekurangan. Ini juga menjadi catatan akhir ramadhan yang membuat kami harus bekerja lebih giat dan optimal dalam menyebarkan Islam.
Catatan akhir ramadhan yang kurang bagus ini, membuat kami tertantang untuk selalu mengalirkan darah segar untuk perjuangan yang suci ini. Kami mohon ampun kepadaMu, dan berikanlah kekuatan kepada kami untuk terus melaju melawan kedzaliman.
Kami masih terpuruk
Sejak awal ramadhan hingga menjelang akhir ramadhan ini, kami, kaum muslimin, masih terpuruk dan terperangkap dalam penderitaan. Saudara-saudara kami di Palestina mengawal ramadhan ini dengan tetap penuh ketakutan. Sahur dan buka mereka selalu diintai rasa cemas. Bahkan di dalam rumah miliknya pun rasa cemas dan takut itu terus menghantui.
Kami yang tinggal di negeri-negeri yang sedikit aman, mampu makan sahur dan berbuka dengan segala kenikmatan yang ada. Tapi, sau-dara-saudara kami di Palestina berbuka dengan puncratan darah setelah dipukuli begundal-begundal Yahudi di penjara-penjara yang pengap dan gelap.
Sebagian dari kami mungkin sudah kehilangan rasa solidaritas itu, habis dikikis gaya hidup hedonis yang mengakar kuat di negeri kami. Hingga kami tak mampu mendengar rintihan saudara kami di Palestina yang terluka. Bahkan luka itu terlalu dalam untuk mereka miliki.
Di akhir ramadhan ini, saudara kami di Uzbekistan, Kyrgistan, Chechnya, dan wilayah Asia Tengah lainnya merasakan hal yang sama. Jeritan mereka pun tak bisa kami dengar. Terhalangi batas wilayah nasionalisme yang dibuat untuk menelikung kami semua, kaum muslimin.
Sebagian dari kami sudah lupa dengan sabda NabiMu, bahwa kami bersaudara. Bahwa kami saling memiliki rasa dan harapan yang sama. Itu sebabnya, sebagian dari kami lebih memilih untuk tidak melibatkan diri dalam perjuangan, meski hanya menemaninya dengan doa. Betapa kami tak mampu berbuat banyak.
Di akhir ramadhan ini, isu terorisme tidak berhenti berhembus ditujukan kepada kami, kaum muslimin. Hinga membuat sebagian dari kami kewalahan dan akhirnya tidak tahan dengan predikat muslim yang selama ini disandangnya. Kesetiaan kepada Islam dari sebagian kami melepuh berganti alergi luar biasa. Islam ternyata membuat sebagian dari kami tidak merasa aman. Tapi sebaliknya membuat sebagian dari kami resah. Kami menyadari bahwa ini adalah bagian dari sebuah perang peradaban. Perang di mana kami harus lebih cantik lagi untuk melawan. Sekali lagi, barangkali karena kami kurang optimal melawan mereka. Akhirnya, kami tetep terpuruk.
Catatan akhir ramadhan di bidang sosial-ekonomi sangat memprihatinkan. Angka kriminalitas tak surut di bulan ramadhan ini. Setidaknya jika kami lihat di tayangan berita kriminal di hampir seluruh stasiun televisi. Tayangan berdarah-darah seolah sudah akrab di mata kami, hingga membuat tak risih lagi, bahkan menikmati kekerasan tersebut.
Hal yang umum menjelang akhir ramadhan adalah harga-harga sembako yang meroket tajam. Entah siapa yang menyulut, yang pasti ketika penjual melipatgandakan harga, pembeli tidak protes sedikit pun, bahkan dengan polos menyebut, “sudah biasa”.. Atau mungkin merasa tidak efektif untuk berteriak protes. Bisa jadi.
Sebagian dari kami menjelang akhir ramadhan ini lebih asyik di pusat-pusat perbelanjaan ketimbang i'tikaf di masjid-masjid. Sregep berburu untuk memilih baju lebaran dan beragam makanan, ketimbang menjaring lailatul qadar . Jalanan padat, masjid berubah jadi museum. Sepi. Ya, kami masih terpuruk di segala bidang.
Perjuangan kita belum selesai
Sobat muda muslim, selain kita mengukur apa yang telah kita lakukan di bulan pernah berkah, rahmat, dan ampunan ini, juga kita tumpahkan energi peduli kita untuk teman-teman yang masih tetap ‘istiqomah' dalam kemaksiatannya. Nggak jarang kita jumpai, saudara kita yang masih berprinsip “semau gue” dalam berbuat. Malah tetep maksiat meski di bulan suci dan mulia ini. Astaghfirullah.
Kepada mereka, sikap peduli layak kita berikan. Tentu ini sebagai tanda kasih kita kepada mereka. Sebagai tanda cinta kita kepada mereka. Sebab kita adalah saudara seakidah. Bedanya, kita sudah mulai ingin benar dalam hidup ini, teman-teman—yang karena keterbatasan ilmunya—masih betah maksiat.
Kita pantas cemas menyaksikan polah teman-teman yang menjalani puasa hanya sebatas menahan diri dari makan dan minum doang. Sementara, mereka tetep keukeuh pacaran, tetep membuka auratnya, tetep tidak mengontrol mata, telinga, dan hatinya dari perbuatan kotor dan nista. Kita khawatir banget, jangan-jangan, cuma mendapatkan rasa lapar dan haus dari puasanya itu. Rugi deh. Rasulullah saw. bersabda: “Betapa banyak orang yang berpuasa, tapi mereka tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya itu kecuali lapar dan dahaga” (HR Ahmad)
Saat ini, masyarakat kita sepertinya sederhana saja memandang kehidupan ini. Ringan aja menghadapi dinamikanya. Kita sedikit meragukan jika masyarakat ini masih menyimpan rasa peduli akan kebenaran. Sebab, buktinya banyak yang menyepelekan kebenaran. Individu memang banyak yang berbuat salah. Tapi yakinlah, ini akibat dari lingkungan tempat hidupnya. Sudahlah takwa individu carut marut, dan ini jumlahnya banyak, eh, masyarakat secara umum juga udah terbiasa dengan kemaksiatan yang berlangsung dalam kehidupannya. Bahkan celakanya ada yang sampe menganggap bahwa itu emang bagian dari kehidupan sekarang. Individu dan masyarakat yang udah jebol ini makin diperparah dengan kedodorannya negara dalam mengatur rakyat. Karuan aja, makin surem deh kehidupan ini.
Itu sebabnya, mes-kipun kita gembar-gembor mengkampanyekan untuk melakukan perbaikan indi-vidu. Tapi dalam waktu yang bersamaan nggak dibarengi dengan mengubah masyarakat, maka kemungkinan besar akan mengalami kegagalan. Sebab, masalah akan terus berputar di situ. Jadi, mari ubah individu, dengan melakukan perubahan terhadap masyarakat. Jadikan masyarakat ini sebagai masyarakat Islam. Masyarakat yang diatur dalam negara yang menerapkan syariat Islam.
Dengan begitu, kita tak perlu cemas, sedih, dan prihatin lagi menyaksikan kondisi kaum muslimin saat ini. Bukan hanya setiap habis Ramadhan, tetapi sepanjang waktu. Sebab, semuanya udah benar. Tinggal diarahkan aja. Sekarang? Kita harus membenarkan sekaligus mengarahkan. Relatif berat bukan?
Oke deh, moga-moga kita nggak cemas dan prihatin lagi setiap habis Ramadhan gara-gara mikirin kondisi umat ini. Tapi ya, selama kita hidup di bawah sistem kapitalisme seperti sekarang ini, kehidupan senantiasa diliputi rasa cemas, dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk saat seperti ini, setiap habis Ramadhan. Cemas, kalo umat ini akan balik bejat lagi setelah Ramadhan berlalu. Ya, jangankan nanti, saat Ramadhan aja masih banyak yang memamerkan kesombongannya dengan nggak mau taat kepada aturan Allah dan RasulNya.
Semoga kita menjadi hamba-hamba Allah yang mendapat berkah, rahmat, dan ampunan. Dan senantiasa memohon kepada Allah agar kita digolongkan kepada orang-orang yang berjuang demi tegaknya syariat Islam di muka bumi ini. Sekali lagi kita ngingetin, mari ubah individu dengan melakukan perubahan terhadap masyarakat. Setuju kan? Harus Setuju! Keep ukhuwah en tetep semangat!
Categories: materi islami